KEARIFAN LOKAL : Daerah Kayu Agung, Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan
1. PEPATAH
a. balok dE dopan, roniq dE buri
‘besar di depan, kecil di belakang’
= (sesuatu yang tidak harmonis)
Penjelasan: Dalam kehidupan bersama, keadilan dan keseimbangan perlu menjadi perhatian dan harus diwujudkan. Tidak harus sama besar ataupun sama berat, karena yang penting adalah sesuai dengan proporsi berdasarkan kapasitas masing-masing pihak dan/atau kesepakatan bersama.
b. bangEq dE omE, maq bangEq dE hati
‘enak di lidah, tidak enak di hati’
= (lain di mulut lain di hati)
Penjelasan: Ada pepatah yang mengatakan “qul al-haqq wa law kaana murron”, kebenaran adalah kebenaran, yang harus dikatakan walaupun pahit untuk didengar atau dirasakan. Ibarat pisau bermata dua, kejujuran seringkali sulit untuk diucapkan dan dilakukan atau diterima secara terbuka. Tidak jarang perselisihan yang muncul dan meluas akibat dari adanya ketidakjujuran atau kejujuran yang ditanggapi secara negatif. Sebenarnya, kejujuran “sangat bisa” bermanfaat dalam menjembatani kesalahpahaman, asal ditempatkan secara positif dan proporsional, dengan hati dan pikiran yang jernih.
c. ponai cakat dE dulang
‘piring tanah naik di dulang’
= (menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya)
Penjelasan: Seringkali konflik muncul dari sikap semaunya, yang tidak mau tahu, atau tidak menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya. Masalah sepele sering dibesar-besarkan, bahkan yang tadinya bukanlah masalah, dengan cara apapun dijadikan masalah. Dalam penyelesaian konflik pun, sikap berhati-hati dalam menempatkan sesuatu permasalahan ataupun upaya penyelesaiannya sangatlah penting. Sebab kalau tidak, bukan penyelesaian yang didapat, melainkan penambahan perluasan masalah dengan munculnya masalah baru.
2. PERIBAHASA
a. kalah jadi abu, monang jadi harong
‘kalah jadi abu, menang jadi arang’
= (sama-sama rugi)
Penjelasan: Sudah menjadi rahasia umum, bahwa konflik, peperangan, atau perselisihan tidak membawa hasil yang baik. Tidak terhitung kerugian yang mesti dialami, bahkan bagi yang tidak terlibat dalam pertikaian tersebut. Yang pasti, yang “menang” ataupun yang “kalah” sama-sama mengalami kehilangan atau kerugian, baik harta-benda, kekuasaan, bahkan nyawa, yang tidak dapat tergantikan, kecuali dengan penderitaan.
b. lah minyaq tEcambukon dE uwai
‘seperti minyak bercapur dengan air’
= (sesuatu yang tak dapat disatukan)
Penjelasan: Seringkali penyelesaian konflik tidak mencapai keberhasilan karena masing-masing pihak bersikeras dengan sikap atau pendiriannya. Yang satu tetap bertahan sebagai air, sementara yang lainnya menjadi minyak. Maka yang terjadi adalah kebuntuan, yang selama masing-masing pihak tidak mau menyadarinya, konflik akan terus berlanjut sampai kapanpun. Tapi bukan berarti air dan minyak sepenuhnya tidak bisa disatukan, karena masing-masing memiliki celah yang bisa diterobos dengan berbagai strategi ataupun pendekatan yang konsisten dan penuh kesabaran, walaupun tidak sepenuhnya juga bercampur.
3. TAMSIL
a. tian-tian kungon, konE uwai luyaq munE
‘keras-keras kerak, kena air lunak juga’
= (sekeras-kerasnya hati seseorang dapat dilemahkan dengan bujukan)
Penjelasan: Sengitnya konflik dan kerasnya pendirian masing-masing pihak yang terlibat langsung, tidak jarang menjadikan mereka, dan yang pihak-pihak yang tidak terlibat langsung menjadi pesimis. Kesabaran dan kerja keras bersama diuji dalam situasi ini, karena hanya dengan keyakinan yang kuat, usaha yang konsisten dan simpatik (dengan kasih sayang misalnya) kekerasan dan kebekuan sikap dan pendirian tersebut lambat laun akan melunak, sehingga harapan akan damai bisa terwujud.
b. tuwui tunggal sElunan, mongan tunggal sEpiwing
‘tidur tunggal sebantal, makan tunggal sepiring’
= (dikatakan untuk 2 atau lebih orang yang senasib sepenanggungan)
Penjelasan: Dalam berkonflik, situasi yang muncul adalah “lawan” atau “kawan”. Bagi kawan, masing-masing pihak dengan mudah akan saling memahami. Tapi bagaimana dengan musuh? Dalam penyelesaian konflik, karena cap “lawan” yang harus dikalahkan sedemikian kental dan mengakar, seringkali masing-masing pihak tidak pernah mau tahu dengan apapun yang pikirkan atau dilakukan oleh musuh, semuanya langsung dianggap negatif tanpa memahaminya terlebih dahulu.
Batas antara “kawan” dan “lawan” begitu tipis, dan kenyataannya sepertinya demikian. Mengapa terjadi penghianatan? Mungkin ada benarnya pepatah yang mengatakan bahwa “lawan yang pintar lebih baik dari kawan yang bodoh”. Artinya, kita bisa memanfaatkan kepintaran lawan untuk evaluasi dan belajar agar bisa menjadi lebih baik. Sementara kebodohan teman tidak jarang menjadi batu sandungan untuk bisa berkembang. Kebodohan (ketidaktahuan/ketidakingintahuan) tidak jarang pula menjadi penghambat dalam penyelesaian masalah.
Ibarat pepatah “tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”, atau layaknya dua orang yang bersahabat, dengan mencoba untuk mengenal, memahami, menghormati atau bahkan mencintai lawan, maka kesalahpahaman ataupun perbedaan pandangan bisa diketahui dan disikapi secara proporsional oleh masing-masing pihak, untuk kemudian mencari solusinya bersama-sama.
c. halom kopi di atas mija, handaq angso dE bahan bEnuE
‘hitam kopi di atas meja, putih angsa di bawah rumah’
= (nilai sesuatu itu terletak pada isinya, bukan pada kulitnya)
Penjelasan: Seringkali orang melihat suatu permasalahan hanya pada penampakan luarnya, seperti kepentingan dan posisi. Demikian pula halnya dalam penyelesaiannya, hal-hal yang substansial seringkali tidak tersentuh. Apa yang menjadi dasar (sebab) sebenarnya tidak mampu tergali secara mendalam, sehingga penyelesaian masalah menjadi bertambah ruwet karena “tumpang-tindih”nya pandangan dan kepentingan masing-masing pihak yang hanya bertujuan untuk “menang”.
4. IBARAT
a. pocaq nariq buwoq dolom gElEpung
‘seperti menarik rambut dalam tepung’
= (sesuatu harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak yang lain)
Penjelasan: “Menyelesaikan masalah dengan masalah”. Mungkin ini yang cocok dan kerap terjadi dalam situasi bangsa Indonesia. Sepertinya kita (pemerintah, ataupun masyarakat) jarang mau memperkirakan dampak dari setiap tindakan yang diambil, walaupun bertujuan demi kepentingan bersama. Tidak jarang maksud baik tersebut, karena dilakukan dengan tergesa-gesa dan tidak hati-hati, malah merusak sesuatu yang telah ada, atau bahkan memunculkan masalah baru. Dengan kondisi yang seperti ini, tentunya siklus permasalahan akan terus bergulir, sampai kesadaran akan ke”hati-hati”an muncul dan dilakukan secara bertanggungjawab.
b. ibarat lopang nyaq dorian
‘ibarat mentimun dengan durian’
= (dikatakan kepada dua orang yang saling bermusuhan)
Penjelasan: Kita sepertinya sulit untuk bisa berbesar hati dengan “kelebihan” ataupun “kekurangan” dari apa yang kita sebut musuh. Anggapan bahwa musuh harus dikalahkan dan dihancurkan begitu memotivasi kita, sehingga seringkali kita menutup mata dan telinga terhadap kenyataan atas diri musuh kita itu. Untuk itu kita perlu merubah paradigma berpikir, bahwa saling bermusuhan tidak berarti harus menghancurkan untuk mengejar kepentingan, tapi bisa diselesaikan dengan cara baik-baik dan masing-masing bisa duduk berdampingan.
c. pocaq maying pEnumbung buyE
‘seperti penyakit bertemu obat’
= (dikatakan kepada dua orang yang memang saling membutuhkan)
Penjelasan: Seperti pada poin 3b, ibarat 2 orang sahabat atau sepasang kekasih, yang melandasi hubungan mereka adalah perasaan saling membutuhkan, dan kasih sayang. Dalam penyelesaian masalah, situasi seperti ini harus diciptakan. Masing-masing pihak harus mencoba mengesampingkan kepentingannya demi tercapainya tujuan bersama, yaitu “damai”.
d. ibarat bungE sogor dEpakai, dEcampaqkan
‘ibarat bunga segar dipakai, layu dibuang’
= (habis manis sepah dibuang)
Penjelasan: Dalam sebuah hubungan, asas manfaat dan aji mumpung akan menjadi sebuah bumerang yang akan meluluhlantakkan bangunan tersebut. Teman memiliki makna ke’abadi”an. Teman tidak hanya untuk sementara ataupun karena bisa dimanfaatkan. Terjadinya penghianatan atas hubungan tersebut, akan dengan sendirinya menimbulkan masalah serius terhadap perdamaian seperti pertengkaran, perang, yang kadangkala berakhir dengan pertumpahan darah. Mencampakkan teman berarti mencampakkan diri sendiri ke dalam “gelas kaca” kekerasan.
5. KATA ARIF
a. hati-hati milih tohu, kantu tEpilih dE bukunE
‘hati-hati memilih tebu, kalu terpilih di bukunya’
= (dikatakan kepada seseorang agar jangan salah memilih kawan)
Penjelasan: Sikap hati-hati menjadi penting dalam membina hubungan pertemanan yang sebenarnya. Bukan berdasarkan harta, status sosial, profesi ataupun manfaat. Kehati-hatian ini hendaklah diartikan secara positif, yaitu adanya sikap saling percaya, saling menghargai, dan aling menghormati agar terhindar dari hal-hal yang nantinya merugikan. Demikian pula halnya dalam suatu penyelesaian masalah, kecerobohan memilih “teman” bisa menjadi bumerang, sehingga penyesalan menjadi sia-sia.
b. mon duwai akuq nyaq libE
‘kalau mandi ambil (air) dari hilir’
= (dikatakan kepada seseorang agar rendah hati terhadap orang lain)
Penjelasan: Sikap sombong cenderung tidak disukai dan akan membawa masalah, karena biasanya yang muncul adalah merendahkan orang lain. dalam penyelesaian konflik, sikap sombong salah satu pihak (atau keduanya) seringkali menghambat tercapainya suatu kesepakatan. Jika salah satu pihak yang sombong, sementara pihak lain akan merasa direndahkan atau ketika masing-masing pihak merasa lebih mampu atau lebih berhak untuk menentukan keputusan, maka perselisihan akan semakin meruncing dan bahkan meluas.
Untuk itu, sikap rendah diri menjadi penting untuk dijaga, karena rendah diri bukan berarti “kalah”, “takut” dan “minder” atau tidak mampu melakukan apapun. bersikap rendah diri harus diartikan sebagai upaya agar (1) konflik tidak muncul, (2) konflik tidak meluas/meruncing, dan (3) penyelesaian bisa dicapai.
c. mon minter ngusung manoq sobai, odang ngusung manoq
‘kalau berangkat bawa ayam betina, jangan membawa ayam jantan’
= (dikatakan kepada seseorang agar jangan sembarangan di rantau)
Penjelasan: Pepatah “di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung” menjadi penting untuk dipahami secara bijak. Ini dimaksudkan agar kita mampu beradaptasi dengan apapun atau di manapun kita berada. Seperti bunglon, kita diharapkan mampu menjaga sikap dan perilaku di tempat bukan asal kita dengan maksud menghindarkan terjadinya kesalahpahaman. Sebagai pendatang sudah sewajarnyalah kita menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dan kebiasaan setempat. Namun bukan berarti kita harus menghilangkan “identitas” kita, karena yang semestinya adalah kita mampu menempatkan diri sebagai individu, kelompok tertentu (etnis atau agama, misalnya), maupun bagian dari lingkungan sosial di mana kita berada. Dengan demikian kita bisa menghormati sekaligus dihormati dalam keberagaman kita.
Senin, 25 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar